Privileges

 


Tumbuh besar di kota terbesar ke-2 Indonesia, ternyata memberikanku banyak privilege (keistimewaan kali ya artinya) akses menuju banyak hal di dalam hidup. Dulu sih aku tidak begitu sadar akan hal ini. Baru ketika berusia 30 tahun ke atas, aku banyak melakukan refleksi terhadap banyak hal yang lebih banyak kurasakan sebagai anak kota. Bahkan ada ratusan privilege yang bisa dibahas. Tapi kali ini aku mau bahas tentang kemudahan sebagai anak kota dulu.


Saat berkuliah di kota Bandung, aku bertemu dengan banyak kawan dari berbagai pelosok Indonesia. Tidak hanya dari kota besar, banyak juga yang berasal dari kota kecil yang bahkan aku baru namanya saat itu. Tapi yang perlu menjadi catatan adalah merekalah yang terbaik di kota mereka. Atau minimal keluarga mereka punya kesadaran dan kerelaan bagi anak-anaknya merantau ke kota besar tanpa meremehkan dampak pendidikan tinggi. Bukan yang berkomentar, “Kuliah buat apa?”


Ketika tiba saatnya kami liburan kuliah, aku terbiasa pulang menggunakan kereta api. Berbeda dengan seorang kawan yang asli Malang. Karena tidak ada pilihan kereta menuju Malang, maka pilihannya adalah naik bus. Belum lagi untuk kawan yang berasal dari Pariaman, ia harus mudik menggunakan pesawat Hercules (bukan pesawat komersial) dan masih harus menempuh perjalanan darat beberapa jam lagi. Bedakan dengan aku yang sudah mengeluhkan lamanya perjalanan panjang di kereta padahal tinggak duduk manis sampai di Surabaya.


Sekarang aku mengalaminya sendiri setelah menikah dengan penduduk Jombang tepatnya desa Bareng. Kami harus menggunakan travel menuju Bareng. Kenapa tidak naik kereta? Karena kereta hanya turun di kota Jombang sedangkan Bareng masih harus ditempuh sekitar 20 km (setengah jam) dan sayangnya belum ada transportasi umum yang mendukung. Kalau naik travel, kami hanya tinggal duduk manis sampai di depan rumah. Meski dengan risiko perjalanan darat yang bisa ditempuh 2 jam bisa mencapai 4 jam.


Wah, nanti kalau Bandara Doho, Kediri sudah beroperasi bisa naik pesawat dong? Sayangnya tidak serta merta. Pertama kita harus membandingkan harga tiket pesawat dan jam keberangkatan. Lalu karena belum ada transportasi umum dari Kediri menuju Jombang tentu jadi pertimbangan kembali. Ingat sekali saat kuliah ada teman kos yang selalu mudik dengan dijemput kedua orang tuanya menggunakan mobil pribadi. Rumahnya di Tasikmalaya yang memakan waktu sekitar 2 jam infonya. Bisa jadi lebih nyaman daripada menggunakan transportasi umum.


Ngomong-ngomong perihal transportasi, seorang kawan asli Bandung yang baru saja pindah kerja ke Surabaya bercerita. Ia kagum dengan cewek-cewek di Surabaya yang berseliweran naik motor. Wajar saja, saat kami di Bandung, aku merasa transportasi angkot di Bandung lebih banyak baik dari sisi rute dan jumlah serta lebih murah daripada di Surabaya. Berbeda terbalik dengan Surabaya jaman dulu. Kebanyakan mahasiswa juga pasti berasal dari kota lain di Jawa Timur yang penduduknya lebih banyak menggunakan sepeda motor untu beraktivitas. Sudah lebih murah, cepat dan bisa kemana-mana. Surabaya baru mulai memperbaiki transportasi umumnya beberapa tahun terakhir ini. Apalagi kota-kota kecil lainnya.


Berbeda lagi dengan ucapan seorang kawan yang asli kota Padang. Ia berkata tidak ingin tinggal di Padang lagi hanya karena bioskop di sana tidak update. Usut diusut, bioskop di sana baru menayangkan film yang bisa jadi sudah rilis di Jakarta 3 bulan yang lalu. Kini aku pun merasakan hal yang sama. Di kota Balikpapan ini hanya ada 1 CGV dan 1 Cinepolis yang tentu jumlah filmnya terbatas. Aku jadi urung menyaksikan concert movie Aespa (alhamdulillah irit). Tapi semoga Toto-chan tayang di sini bulan depan. Oiya, ngomong-ngomong bioskop, tentu saja Jombang tidak punya. Kita harus ke Kediri atau Mojokerto untuk menonton bioskop.


Ini baru perihal transportasi dan bioskop. Belum lagi kemudahan akses dan banyaknya pilihan di kota besar. Termasuk yang aku rasakan saat ini, ingin punya sertifikasi bahasa Korea dan Jepang yang tentu tidak ada di Balikpapan. Lokasi ujian TOPIK dan JLPT masih terbatas di beberapa kota saja. Hmm, wajar saja kalau orang semakin berlomba-lomba pindah ke kota dan tidak mau ditugaskan ke luar pulau Jawa. Lha wong kota kecil yang masih di pulau Jawa saja njomplang kondisinya. Padahal sudah bisa ditempuh dalam 2 jam saja. Tidak heran saat aku SMA, teman sekelasku tidak hanya yang asli Surabaya, bahkan ada yang dari Sidoarjo, Gresik, sampai Mojokerto. Mereka-mereka inilah yang punya privilege orang tua yang sadar akan perbedaan antara kota besar dan kota kecil.


Kalau kamu, punya impian untuk menetap di kota mana nih? Lebih suka tinggal di kota besar atau kecil? Lain kali aku mau cerita juga ratusan privilege lainnya yah!


Cheers.

Comments

Popular Posts