Kencan Dua Garis Biru



Ceritanya saya pengen nulis blog dengan materi resensi film ditambah dengan beberapa opini saya. Namun berhubung saya bukanlah reviewer film yang sebenarnya, maka jangan terlalu banyak berharap lah ya.

Berhubung saya dan suami adalah pasangan LDR, ketika ada jadwal bertemu maka yang terlintas di pikiran saya adalah bagaimana bisa memaksimalkan antara keinginan dan agenda yang perlu dilakukan di hari Sabtu Minggu (oh yes, hanya dua hari saja). Karena momennya pas sekali saya ingin nonton bioskop dan memang sedang ada beberapa film bagus yang sedang diputar maka saya mengajukan permohonan kepada suami. "Mas, ayo nonton..." *sambil pasang muka melas. Aslinya sih saya sudah ingin nonton saat fiilm Aladdin namun batal juga. Saat itu pilihannya adalah Lion King dan Dua Garis Biru, dan karena suami ogah nonton film kartun, jadilah kita pilih Dua Garis Biru. Sebenarnya memang tujuan awalnya adalah saya ingin melihat respon dari suami setelah menonton film tersebut. Ingin melihat opininya tentang hal-hal semacam ini. Apalagi tidak lama setelah menikah, saya dan suami sudah pernah mengikuti workshop Enlightening Parenting dari Mbak Okina yang super sekali. Apa hubungannya? Nanti kita bahas lebih lanjut.

Karena suami tipe orang yang tidak suka di tempat ramai dan saya juga malas menembus kemacetan malam minggu *padahal nyetir juga engga hahahah. Akhirnya saya membeli tiket untuk penayangan jam 10 malam menggunakan aplikasi Mtix karena khawatir kehabisan tiket. Maklumlah ya secara ABG-ABG pasti ramai sekali di saat malam minggu. Pesan tiket via Mtix terasa cepat dan mudah. Tinggal pilih seat, klik, dan bayar. Selesai.

Beberapa jam kemudian .....

Pukul 21.00 kami sampai di mall dengan kondisi parkiran yang sangat padat namun alhamdulillah masih dapat 1 slot kosong. Karena jam tayang masih cukup lama, saya ajak suami saya main di Timezone *salah satu wishlist saya bersama suami haha. Beberapa menit menjelang jam tayang kami masuk ke dalam bioskop *disertai dengan gerutuan suami "Kenapa isinya ABG semua..."
Cetak tiket di counter lalu masuk ke dalam teater. Cek nomor kursi K11 dan K12 sambil melihat nomor yang tertera di kursi bioskop.

krik.

krik.

krik.

Saya salah memilih kursi!

Ternyata kursi yang saya pilih adalah baris ke-2 dari depan dong *salahkan saya yang jarang menonton bioskop sampai-sampai tidak menyadari hal ini. Tidak mau terlihat keki karena memilih kursi depan, saya langsung 'menggiring suami' ke kursi pinggir yang agak di tengah.

Saya : Duduk sini aja dulu, Mas.
Suami : Loh, nanti kalau ada yang punya gimana?
Saya : Udah, nanti aja kalau udah gelap.

Dan duduklah kami dengan dipandangi gerombolan ABG yang menuju kursi atas.

Ternyata hikmah dari salah memilih kursi adalah kami tidak perlu berdekatan dengan gerombolan ABG yang berisik di kursi atas. Haha.

Oke, kembali ke cerita film. Kalau mau di list sudah banyak yang memberikan resensi film Dua Garis Biru (DGB) ini, ada versi Mba Annisast, Mba Nahla, Mba Gesi, sedangkan saya hanya menjadi tim rusuh wkwkwk.

Overall saya katakan film ini cukup bagus (secara saya bukan orang yang suka nonton film Indonesia di bioskop karena takut kecewa kalau filmnya biasa saja). Dengan topik yang beda dari yang lain, DGB menggambarkan bahwa anak-anak yang terperangkap dalam kondisi hamil di luar nikah belum tentu anak tidak baik-baik. Pesan utama yang ingin dibawa menurut saya adalah memberikan gambaran bagi remaja sekolah bahwa hamil di luar nikah dan masih di usia sekolah adalah merepotkan dan tidak enak. Dalam film juga diberikan pandangan dari sisi orang tua ketika mendapati anaknya hamil di luar nikah.

Bagi saya yang baru saja menikah, menonton DGB memberikan pandangan baru dari saya yang sedang mempersiapkan diri menjadi orang tua.

Teringat adegan antara Mama dan Dara.

Mama : "Jadi orangtua itu selamanya!"

Dara : "Oya?! Terus kenapa kemarin mama ninggalin aku?!"

Atau adegan antara Papa dan Dara.

Papa : "Dara, kamu ngga boleh seperti itu sama Mama!"

Dara : "Kenapa? Papa juga suka gitu sama Mama!"

Both of the conversation made me jleb jleb jleb.

Yang mau saya angkat disini adalah lebih ke bagaimana peran orangtua dalam membesarkan anak.
Kalau dari penjelasan dari Mbak Okina sendiri, dalam Islam, seorang anak sudah diajarkan untuk menikah sejak usia 12 tahun.

Haaaa?? Nikah muda maksudnya??

Tentu saja tidak.

Hal ini beranggapan bahwa pada usia 12 tahun adalah rata-rata usia baligh seorang anak, dimana seorang anak sudah dianggap dewasa menurut Islam. Pada umur itulah, anak juga diajarkan cara memilih jodoh mereka, bagaimana yang disebut sebagai kriteria calon suami atau istri yang baik. Bagi yang perempuan juga dibekali apa saja yang dipersiapkan agar menjadi istri yang baik, begitupun sebaliknya. Jadi, tidak akan ada yang namanya anak memiliki kriteria harus cantik dan kaya sebagai syarat menjadi suami atau istri, tetapi semuanya dikembalikan sesuai aturan Islam.

Perencanaan strategi perusahaan saja dibuat jauh-jauh hari dengan teliti dan seksama. Kemudian ditetapkan setelah melewati berkali-kali rapat dengan direksi hingga akhirnya disetujui. Itu urusan dunia ya. Demi kesuksesan perusahaan. Nah, apalagi dengan kesuksesan pernikahan. Tentunya anak juga harus dibekali dengan visi misi hidup sehingga pernikahan merekapun lebih terarah. Masa iya untuk urusan dunia saja dikerjakan dengan sungguh-sungguh, apalagi ini urusan akhirat.

Selesai dengan urusan pernikahan tentu berlanjut dengan urusan memiliki keturunan. Ini tanggung jawab orang tua loh. Masa iya dipersiapkan dengan main-main *kata dr. Zaidul Akbar. Kemudian teringat saya yang masih suka makan sembarangan, duh wajar kalau katanya anak tidak nurut sama orang tua, sedangkan orang tuanya saja tidak berhati-hati saat mempersiapkan kehamilan.
Sudah punya anak, masih juga suka dimarahi, tidak diperhatikan dan lain sebagainya. Kalau kata Mbak Okina, anak adalah tamu istimewa yang dititipkan Allah pada kita. Akan seperti apakah kita memperlakukan tamu kita ini?

...

...

Kalau boleh kita tengok kembali bagaimana ibu dari para ulama membesarkan anak-anaknya. Masya Allah, apalah kita dibandingkan dengan mereka. Yang mau baca lebih lengkap bisa di sini ya.

Jadi kesimpulannya?

Hmm.

Filmnya bagus kok. Hehe.


cheers



Comments

Popular Posts