Keresahan Anak Rantau

 


Kalau sudah memasuki masa menjelang puasa, rasanya para anak rantau pasti memikirkan hal yang sama. Tiket mudik. Merantau sejak kuliah membuatku punya rutinitas berburu tiket mudik mulai dari tiket kereta hingga pesawat.


Mudik saat jaman kuliah, masih bisa ditempuh dengan kereta. Saat itu tiket kereta harus dibeli secara manual ke stasiun kereta. Untungnya perkumpulan alumni SMA selalu membuat jasa titip beli tiket kereta. Kemudian berlanjut saat bekerja di Jakarta, maka opsi termudah adalah mudik menggunakan pesawat. Saat itu metode membeli tiket kereta sudah bisa online meski harus berebut tiket di tengah malam. Pun rutinitas membeli tiket pesawat tentu masih bertahan ketika sudah pindah ke Balikpapan.


Keresahan utama anak rantau tentu menyangkut biaya mudik yang tentu tidak murah. Tiket saat lebaran bisa naik berkali lipat. Belum lagi yang sudah berkeluarga dan memiliki banyak anak. Kalaupun ada uangnya, maka kekhawatiran bergeser ke permasalah lain, yaitu ketersediaan tiket. Kami harus membeli tiket jauh-jauh hari untuk mendapatkan hari keberangkatan sesuai dengan jadwal cuti dan jam keberangkatan yang mungkin tidak terlalu pagi atau malam.


Tidak hanya itu, karena judulnya mudik, otomatis akan selalu ada barang bawaan entah saat mudik atau kembali dari mudik. Apalagi bagi penduduk di luar Jawa yang terkena biaya ongkir belanja online cukup mahal. Saat mudik adalah saat yang tepat untuk membeli berbagai macam kebutuhan yang hanya tersedia di Jawa dan membawanya dalam bagasi pesawat. Kami harus pandai-pandai mengatur barang bawaan agar tidak kelebihan bagasi.


Salah satunya yang aku beli (tepatnya diberi oleh adik ipar) adalah Bumbu Masak Mahmudah produksi Sidoarjo. Di Balikpapan ini ada bumbu serupa meski rasanya cukup berbeda dan variannya tidak sebanyak di Jawa. Membawa satu kotak penuh BMM rasanya seperti membawa harta karun. Terkadang juga kami membeli perabot rumah tangga di Ikea saat mudik.


Tidak hanya perihal keribetan saat mudik, masih ada tantangan yang harus kami hadapi ketika sudah tiba di kota tujuan. Kami yang di sini mungkin punya kendaraan sendiri, ketika di kota mudik harus bergantung dengan transportasi umum atau kendaraan milik orang tua. Kami sendiri turun di kota Surabaya sebelum melanjutkan perjalanan menggunakan mobil travel menuju Jombang.


Jika perjalanan menggunakan mobil pribadi memakan 2 jam, perjalanan dengan travel paling cepat ditempuh dalam 3 jam. Saat mudik terakhir kali, kami memesan travel di slot jam 15.00, namun travel baru berangkat dari Blitar jam 16.00. Tentu karena menjemput para penumpang di Blitar terlebih dahulu. Realitanya travel baru tiba di rumah menjemput kami jam 18.00. Alhamdulillah tiba di Surabaya jam 21.00 dan bisa sampai rumah sebelum jam 21.30. Itu semua karena ternyata kami mendapatkan urutan pengantaran ke-2, jika kami diantar paling akhir bisa jadi baru akan sampai di jam 22.00.


Kesimpulannya, sungguh beruntung orang-orang yang mudiknya hanya antar kota besar sehingga tidak perlu menempuh perjalanan darat tambahan. Kesimpulan lainnya adik-adik, tolong perhatikan kota asal calon pasangan kalian kelak. Bukan apa-apa, perkara mudik ini sungguh meresahkan. Tidak hanya perihal uang dan waktu tapi juga butuh kekuatan fisik untuk menempuh perjalanan.


Makanya di usia sudah melewati jatah setengah umur di dunia ini, aku semakin berpikir untuk bisa pindah ke pulau Jawa. Meski tidak sekota dengan orang tua – biar ada kangennya gitu – minimal bisa ditempuh dengan perjalanan darat baik dengan transportasi umum atau pribadi. Apalagi kalau sudah punya anak. Saudara ipar yang punya anak 3, dengan rute mudik Gresik – Malang – Jombang saja menggunakan 1 mobil semacam Xenia saja rasanya sudah sesak. Kami pun ternyata ketika menuju bandara, bagasi kami sudah memenuhi baris kedua mobil Yaris dengan total penumpang 3 orang. Apalagi kalau mudik dengan pribadi pasti bisa bebas membawa beraneka rupa bontotan tentu.


Entah kenapa 2 minggu terakhir ini terpikir dengan Semarang dan Salatiga. Bisa jadi karena efek sempat melihat ada lowongan pekerjaan di kota tersebut. Balikpapan sebenarnya nyaman saja bagiku. Tapi rasanya ada banyak keterbatasan di sini. Entah. Doa saja untuk yang terbaik bagi kami.


Cheers.


Comments

Popular Posts