Misteri Nomor Rumah

 


Awal mula tinggal di kota ini, kami masih mengontrak rumah. Tujuan awalnya tentu untuk mendapatkan pengalaman seutuhnya tinggal di dalam komplek tanpa terikat apa pun. Kalau tidak cocok tinggal pindah. Karena keterbatasan kota yang tidak sebesar Jakarta, di sini tidak banyak model perumahan berbentuk cluster. Secara lahan tinggal juga masih banyak.

Dari segi kelayakan tempat tinggal dan kemudahan akses, kami memilih untuk mencoba mengontrak di sebuah komplek sebut saja BR. Dalam komplek ini ada banyak cluster, mulai dari cluster dengan rumah berukuran luas sampai cluster dengan rumah tipe 36/72 alias yang kami tempati saat ini. Akses kemana-mana cukup mudah dan untuk keperluan sehari-hari masih bisa dipenuhi dengan berbelanja di dalam komplek.

Saat menempati rumah kontrakan, kami membuat sendiri nomor rumah dengan mencetak di kertas putih yang kemudian dilaminasi. Nomor rumah ini kami pasang di bagian jendela depan rumah. Minimal tukang paket atau siapa saja bisa melihat dengan jelas nomor rumah ini. Yang unik, nomor rumah kami adalah 9B. Artinya rumah di sebelah kami adalah rumah dengan nomor 9A dan 9C. Nyatanya, rumah di sebelah nomor 9A adalah rumah dengan nomor 9. Bingung tidak? Selain itu, di gang tersebut hanya 3 rumah ini yang menggunakan embel-embel ABC untuk nomor rumah. Sisanya hanya nomor rumah tunggal. Belum lagi ternyata tidak ada rumah nomor 4. Tidak hanya itu, kebetulan di dalam cluster kami ada 2 blok, blok A dan blok K. Rumah di blok A ada dari blok A1, A2, A3, A4. Namun untuk blok K, tidak ada blok K4.


Setahun kemudian, alhamdulillah ada rejeki untuk menempati rumah kami sendiri setelah mantap memilih tinggal di komplek tersebut. Tidak lama setelah proses pindahan, tentu kami langsung memesan nomor rumah. Karena melihat ada tetangga yang memiliki nomor rumah dengan desain plat mobil Eropa yang unik, saya juga tertarik untuk memesan barang serupa. Meski pada akhirnya karena pertimbangan desain ergonomi, kami memesan nomor rumah dengan warna putih di atas latar belakang warna hijau. Itu lho, sama seperti desain penunjuk jalan. Ukuran tentu saja cukup besar. Harapannya tentu untuk memudahkan tukang paket dan orang yang mencari alamat.

Meski ternyata beberapa minggu kemudian kami baru mendapatkan papan nomor rumah dari pihak developer, kami tetap menggunakan papan nomor rumah yang kami pesan sendiri. Kenapa? Karena bentuk papan nomor rumah dari developer adalah tulisan hitam di atas papan akrilik berwarna kuning. Sudahlah terlalu kecil dan tidak mudah terlihat di malam hari.

Dalam blok yang kami tempati, baru ada 6 rumah yang dihuni dari total 7 bangunan rumah yang ada. Rata-rata tentu ada yang menggunakan papan nomor rumah yang diberikan oleh developer. Meski kenyataannya ada saja yang bahkan nyaman tanpa memasang nomor rumah. Yang terjadi selanjutnya tentu saja para driver ojol dan tukang paket kebingungan mencari nomor rumah dan selalu menengok ke arah rumah kami.

Bukan sekali dua kali, ada berkali-kali kejadian di mana ada kesalahan pengantaran paket atau makanan karena rumah tidak memasang papan nomor rumah. Agak gimana gitu ya. Kadang kami berpikir, apa sulitnya sekadar mencetak nomor rumah di atas kertas putih dan ditempel di jendela rumah. Atau bahkan ada yang sudah memasang papan nomor rumah dengan desain baru namun sayangnya ukurannya terlalu kecil dan tidak terlihat dengan mudah.

Kalau rumah kalian sendiri, sudah ada papan nomor rumah belum? Seperti apa desain papan nomor rumah kalian? Jangan sampai menyulitkan para tukang paket dan ojol saat mencari rumah kalian ya!


Cheers.

Comments

Popular Posts